Lestari, Deasy Kuswiyanto I. 2015. Diagnosis Kesulitan Siswa Dyscalculia dalam Menyelesaikan Masalah Kaidah Pencacahan dan Upaya Mengatasinya dengan Scaffolding (Studi Kasus di MA Darut Taqwa) . Tesis, Program Studi Pendidikan Matematika, Pascasarjana, Universitas Negeri Malang. Pembimbing: (I) Dr. Subanji, S.Pd, M.Si, dan (II) Dr. rer.nat. I Made Sulandra, M.Si

Kata Kunci: Diagnosis kesulitan, Siswa dyscalculia, Scaffolding

Penelitian ini berawal dari ditemukannya siswa yang memiliki kesulitan dalam perhitungan dasar dan peneliti menduga siswa tersebut mengalami dyscalculia sehingga perlu melakukan diagnosis terhadap kesulitan yang dialami. Peneliti mendiagnosis siswa tersebut dengan memberikan tes diagnostik yang merujuk pada Dyscalculia Screener (DS). Hasil penelusuran dengan pengamatan, peneliti menemukan karakteristik pada siswa tersebut yang mengarah ke dyscalculia. Menurut Chinn, Dyscalculia adalah kondisi yang mempengaruhi kemampuan untuk memperoleh keterampilan matematika meskipun instruksi yang tepat, peserta didik dyscalculia mengalami kesulitan memahami konsep perhitungan dasar seperti nilai tempat dan penggunaan empat operasi, +, -, x dan รท.

Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus pada seorang siswa yang memiliki kesulitan dalam perhitungan dasar . Hasil tes diagnostik menunjukkan tes prestasi dan tes kapasitas memperoleh skala 1,8 yang berarti siswa tersebut didiagnosis sebagai dyscalculia. Kesulitan siswa tersebut juga terjadi dalam menyelesaikan masalah kaidah pencacahan yang ditandai dengan adanya kesalahan dalam menyelesaikan soal kaidah pencacahan yang diberikan, yaitu tidak memahami soal yang diberikan dan tidak dapat melakukan perhitungan. Untuk mengatasinya peneliti menggunakan bentuk scaffolding Walqui yaitu Modelling, bridging dan skema.

Modelling memiliki kegiatan memberikan contoh beberapa masalah kaidah pencacahan dan perhitungan sederhana, memberikan bantuan berbentuk gambar sesuai dengan masalah/ soal yang diberikan, memberikan contoh beberapa perhitungan dan penyelesaiannya, meminta siswa mengerjakan soal yang hampir sama. Bridging memiliki kegiatan, yaitu meminta siswa memeriksa kembali jawabannya dengan meminta siswa menceritakan bagaimana dia memperoleh jawaban perkalian tersebut, meminta siswa menulis perkalian dalam operasi penjumlahan, memberikan arahan dalam bentuk pertanyaan untuk membantu siswa mengingat pengetahuan sebelumnya tentang perkalian sebagai penjumlahan berulang, mengingatkan siswa perkalian bersusun dan meminta siswa menghitung kembali pada hitungan yang salah. Skema memiliki kegiatan, yaitu meminta siswa menghubungkan soal dengan kejadian nyata, mengajukan pertanyaan untuk mengarahkan siswa menemukan kemungkinan konsep lain yang sedang dihadapinya dan meminta siswa menyusun kartu bergambar dari masalah yang diberikan.