PROFIL MORALITAS ANAK BMI (BURUH MIGRAN INDONESIA) DI KABUPATEN TULUNGAGUNG DAN IMPLIKASI BIMBINGAN DAN KONSELINGNYA

ASMAUL CHUSNA

Program Studi Bimbingan dan Konseling

Pascasarjana Universitas Negeri Malang

Jl. Semarang 5, malang

E-mail: asmaulchusna88@yahoo.com

Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui deskripsi moralitas anak BMI (Buruh Migran Indonesia) di Kabupaten Tulungagung yang di ukur melalui 3 aspek moral yaitu pengetahuan moral, perasaan moral, dan tindakan moral. Pendekatan dan rancangan penelitian dalam tesis ini menggunakan kuantitatif deskriptif survei. Instrumen penelitian menggunakan Skala Psikologis Kualitas Moralitas dengan dilakukan uji lapangan oleh 87 responden. Teknik pengambilan sampel dengan pengambilan sampel acak dengan 210 responden dari 4 lokasi penelitian yang mewakili masing-masing area di wilayah Kabupaten Tulungagung. Dalam penelitian ini menggunakan uji deskriptif dengan teknik analisis frekuensi dan presentase berdasarkan kategorisasi menggunakan bantuan SPPS release 20.0 for windows. Hasil penelitian mengenai profil moralitas anak BMI di Kabupaten Tulungagung didapat kesimpulan sebagai berikut: (1) pada aspek pengetahuan moral terdapat 3 indikator yang masuk dalam kategori rendah yaitu: kesadaran moral dengan frekuensi 65 dan persentase 31% , penilaian nilai moral dengan frekuensi 147 dan persentase 70%, dan pemikiran moral dengan frekuensi 69 dan persentase 32,9%, (2) pada aspek perasaan  moral terdapat satu indikator yang masuk dalam kategori rendah yaitu kendali diri dengan frekuensi 106 persentase 50,5% serta frekuensi 112 presentase 53,3%, (3) pada aspek tindakan moral terdapat satu indikator yang rendah yaitu indikator keinginan dengan frekuensi 103 dan persentase 49%. (4) implikasi bimbingan dan konselingnya adalah konselor menyediakan layanan bimbingan konseling pribadi sosial bagi anak BMI yakni diutamakan pada indikator yang tergolong kategori rendah.

Kata Kunci: Profil, Moralitas, Anak Buruh Migran Indonesia.

Abstract: The purpose of this study was to determine the description of child morality BMI (Indonesian Migrant Workers) in Tulungagung is measured through three aspects, namely moral moral knowledge, moral feeling, and moral action.Approach and design of the research in this thesis uses descriptive quantitative survey. Psychological research instrument using the Scale Quality Morality to be field tested by 87 respondents. The sampling technique random sampling with 210 respondents from 4 locations representing each area in the district of Tulungagung. In this research using descriptive test with frequency and percentage analysis techniques based categorization using SPPS release 20.0 for windows. The results of the research about the profile of child morality BMI in Tulungagung be concluded as follows: (1) the aspect of moral knowledge there are three indicators that fall into the low category, namely: moral consciousness with a frequency of 65 and the percentage of 31%, the assessment of moral values with a frequency of 147 and a percentage 70%, and moral thinking with a frequency of 69 and a percentage of 32.9%, (2) the aspect of moral feeling there is one indicator that fall into the category of self-control with a low of 106 frequency percentage of 50.5% and 53.3% frequency of 112 percentage , (3) the aspect of moral action, there is one indicator that lower that desire with a frequency indicator 103 and the percentage of 49%. (4) the implications of guidance and counseling is the counselor provides counseling services for children’s personal social BMI that is prioritized in lower categories of indicators classified.

Keywords: Profile, Morality, Children Indonesian Migrant Workers

PENDAHULUAN

Moralitas adalah kualitas dalam perbuatan manusia yang dengan itu kita berkata bahwa perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk atau dengan kata lain moralitas mencakup pengertian tentang baik buruknya perbuatan manusia.  Moralitas merupakan fenomena manusiawi yang universal, menjadi ciri yang membedakan manusia dari binatang. Saat ini, banyak suara-suara miring yang diperdengarkan oleh para ahli dan masyarakat pada umumnya tentang permasalahan moralitas anak bangsa yang diduga telah berjalan keluar dari garis-garis humanitas yang sejati. Permasalahan etika dan moralitas anak bangsa menjadi permasalahan yang sangat mendasar di negeri ini. Kualitas moral yang semakin rendah dari kondisi yang kecil hingga kekondisi yang besar mengakibatkan terhambatnya kemajuan bangsa Indonesia dalam waktu yang cukup lama.

Generasi muda adalah generasi dimana semua harapan demi kemajuan Indonesia berada di bahunya. Artinya, anak bangsa mempunyai peranan yang cukup besar untuk menjadikan Indonesia lebih maju lagi. Namun, pada kenyataan yang ada permasalahan moral dan etika yag rendah ini masih banyak terjadi pada anak-anak yang seharusnya masih dalam masa perkembangan dan pertumbuhannya yang diisi dengan hal-hal positif.

Kasus degradasi moral oleh para pemuda yang marak diperbincangkan belakangan ini antara lain adalah: di awal Bulan April 2016 terjadi kasus kematian Yuyun siswi SMP yang diperkosa lalu dibunuh oleh 14 pemuda, dilansir CNN Indonesia, sebanyak enam dari 14 pemerkosa Yuyun ternyata berstatus anak di bawah umur, dua di antaranya tercatat sebagai siswa SMP, yakni S (16) dan EG (16). Sebelum melakukan aksi keji itu para pemuda tersebut minum alkohol dan sering menonton video porno (http://www.idntimes.com/rizal/5-fakta-terbaru-mengejutkan-mengenai-kasus-yuyun, diakses Juni 2016). Kasus pemerkosaan lain, terjadi pada pertengahan Mei 2016, kasus pembunuhan Eno Farihah (18) oleh pacarnya RA yang masih berumur 15 tahun ini dilakukan lantaran sakit hati. RA dibantu dua orang temannya memperkosa Eno dan membunuhnya dengan cangkul yang dimasukkan ke alat vital korban (http://indowarta.com/4228/berita-terkini-mengungkap-motif-utama-pelaku-dalam-kasus-pemerkosaan-dan-pembunuhan-eno/, diakses Juni 2016). Adalagi mengenai kasus yang dikategorikan pornografi di dunia maya, kasus dua remaja putri yaitu Karin “Awkarin” Novilda (18 Tahun), dan Anya Geraldine (20 Tahun) yang membuat heboh media sosial dengan postingan foto-foto videonya yang mengumbar kemesraan di dunia maya bersama pacar, berpesta pora di night club sambil menegak minuman keras, juga cara berpakaian yang seksi dan setiap kali mereka mengunggah foto/video yang berkonten hal semacam itu disambut oleh ribuan penggemarnya yang juga kebanyakan anak muda dengan ribuan tanda suka, kasus Awkarin maupun Anya ditindak lanjuti oleh KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) dan KOMINFO karena dinilai dapat menjadi pengaruh negatif bagi pola kehidupan anak remaja (https://beritagar.id/artikel/berita/upaya-kpai-mempersoalkan-awkarin-dan-anya-geraldine, diakses Nopember 2016).

Melihat keterpurukan moral belakangan ini menjadi sebuah isu permasalahan tersendiri dalam dunia pendidikan. Moral siswa yang dibentuk tidak hanya oleh lingkungan sekolah namun juga pembentuk utamanya adalah lingkungan keluarga dimana ia tinggal dan dibesarkan.

Keluarga adalah kesatuan unit terkecil di dalam masyarakat dan merupakan suatu lembaga yang sangat penting dalam pembangunan dan perkembangan kualitas anak bangsa. Keluarga dimulai dengan sepasang suami isteri. Keluarga itu menjadi lengkap dengan adanya seorang anak atau lebih. Keluarga yang terdiri dari atas ayah ibu dan anak-anaknya disebut keluarga inti. Semua anggota keluarga ada ikatan satu sama lainnya karena perkawinan atau adopsi. Mereka tinggal bersama, karena berhubungan satu sama lain dan akan saling mempengaruhi di dalam pembentukan sikap dan perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Tugas utama keluarga adalah memenuhi kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial anggota keluarganya. Yang mencakup pemeliharaan dan perawatan anak-anak, membimbing perkembangan kepribadian anak-anaknya. Tentu saja peran ayah dan ibu sangat menentukan, mereka berdua yang memegang tanggung jawab seluruh anggota keluarga. Merekalah yang menentukan kemana keluarga itu akan dibawa, warna apa yang akan diberikan dan isi apa yang akan diberikan kepada keluarganya.

Akan tetapi bilamana dalam keluarga saja yang sebagai inti pembentukan moral karakter pada anak disana tidak berjalan fungsinya secara penuh maka ketimpangan moral pada anak/siswa menjadi suatu akibat yang tak terpungkiri. Hal demikian sebagaimana yang terjadi bila dalam keluarga peran orang tua tidak maksimal, misalnya karena salah satu/kedua orang tua terpaksa meninggalkan anak-anaknya sebab sebuah tuntutan ekonomi yang mengharuskan bekerja jauh dari keluarga (ke luar kota/ke luar negeri) sehingga anak-anak yang masih membutuhkan figur orang tuanya menjadi kurang/tidak mendapatkan arahan dan bimbingan orang tua dalam masa pertumbuhan dirinya.

Menurut Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Kabupaten Tulungagung merupakan daerah penyumbang TKI terbesar di Jawa Timur selain di Ponorogo. Menurut data yang dihimpun dari Dinas Tenaga Kerja setempat, lebih dari 1000 orang diberangkatkan ke luar negeri setiap tahunnya. (www.bpn2tki.com). Dari banyaknya jumlah TKI/TKW yang ada di Kabupaten Tulungagung, menimbulkan dampak problem dilematis tersendiri terhadap anak/remaja yang ditinggalkan oleh orangtuanya menjadi buruh migran tersebut.

Mengacu dari hal-hal tersebut di atas, maka penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian terkait moralitas khususnya terhadap anak Buruh Migran Indonesia (BMI)  di Kabupaten Tulungagung sebagai langkah usaha preventif maupun kuratif terhadap kerusakan moral, yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan bagi anak/remaja oleh pemerintah terkait.

Mencermati hal tersebut di atas, konselor sebagai pendidik moral di sekolah perlu sangat untuk memahami fenomena mengenai siswanya  yang berlatar belakang sebagai anak BMI. Karena mereka sangat membutuhkan bimbingan yang lebih intensif dibandingkan anak yang bukan anak BMI, namun demikian bukan berarti konselor meng-anak emas-kan anak BMI dibanding anak lainnya. Sebagaimana jika merujuk pada tugas perkembangan remaja oleh Havinghurst (1985: 29)  yang salah satunya adalah memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan orang tua, serta mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk memasuki dunia dewasa. Oleh sebabnya, konselor perlu memberikan bimbingan konseling yang sifatnya baik itu preventif maupun kuratif kepada moralitas siswa yang berlatar BMI agar dalam masa tumbuh kembangnya dari remaja menjadi manusia dewasa dapat berlangsung tanpa hambatan/kendali yang membuatnya tidak dapat memenuhi tugas-tugas perkembangan dengan baik dan optimal.

METODE

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah  pendekatan  kuantitatif  atau  analisis  data statistik. Berdasarkan tingkat eksplanasinya penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif deskriptif. Berdasarkan jenisnya, penelitian ini termasuk penelitian survei. Penelitian survei merupakan suatu teknik pengumpulan informasi yang dilakukan dengan cara menyusun daftar pertanyaan yang diajukan pada responden. Dalam penelitian ini, populasinya adalah siswa yang termasuk anak BMI (Buruh Migran Indonesia) di SMP/MTs se-Kabupaten Tulungagung..Adapun untuk populasi target penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut:

NO Lokasi Penelitian  

Populasi

 

Populasi Target

1 Utara 1. SMPN 1 Ngantru

2. SMPN 2 Ngantru

3. MTsN Ngantru

 

SMPN 1 Ngantru

2 Timur 1. SMPN 1 Rejotangan

2. MTsN Pucanglaban

3. MTsN Aryojeding

 

MTsN Aryojeding

3 Barat 1. SMPN 1 Gondang

2. SMPN 2 Gondang

3.SMPN 1 Karangrejo

 

SMPN 1 Gondang

4 Selatan 1. MTsN Bandung

2. SMPN 1 Campurdarat

3. SMPN 1Tanggunggunung

 

MTsN Bandung

Dalam penelitian survei ini diambil sampel secara acak dari masing-masing lokasi penelitian yang terdiri dari siswa/siswi kelas VII, VIII, dan IX yang merupakan anak BMI (Buruh Migran Indonesia) dimana yang orang tuanya bekerja sebagai TKI/TKW/pekerja di luar kota, dengan rincian sebagai berikut:

No Populasi Target Sampel Penelitian
1 SMPN 1 Ngantru 29 Responden
2 MTsN Aryojeding 61Responden
3 SMPN 1 Gondang 70 Responden
4 MTsN Bandung 50 Responden
Jumlah Sampel 210 Responden

Penelitian ini menggunakan analisis reliability untuk uji validitas item dan reliabilitas menggunakan Skala Psikologis Kualitas Moral sebagai instrumen untuk mensurvei langsung para siswa yang penulis ambil sebagai sampel. Sedangkan dokumentasi digunakan untuk melengkapi data penelitian. Pada penelitian ini menggunakan uji deskriptif dengan teknik analisis frekuensi dan persentase berdasarkan kategorisasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Tingkat Pengetahuan Moral Anak BMI DI Kabupaten Tulungagung

Berdasarkan data pada bab sebelumnya, dapat dikemukakan bahwa dari enam indikator pengetahuan moral, 3 indikator berada pada posisi yang rendah, yaitu kesadaran moral, pengetahuan nilai moral dan pemikiran moral. Pada pengetahuan moral anak buruh migran  dihadapinya melibatkan permasalahan moral dan memerlukan penilaian moral. Para orang muda perlu mengetahui bahwa tanggungjawab moral mereka yang pertama adalah menggunakan pemikiran mereka untuk melihat suatu  situasi yang memerlukan penilaian moral, dan kemudian untuk memikirkan dengan cermat tentang apa yang dimaksud dengan arah tindakan yang benar. Aspek kedua dari kesadaran moral adalah memahami informasi dari permasalahan yang bersangkutan (Lickona, 2012: 86). Banyak dari mereka yang tidak mempunyai pengetahuan moral yang cukup karena tidak ada yang membimbing mereka.

Dalam hal kesadaran moral rendah, anak buruh migran terpengaruh dalam masalah kesadaran moralnya. Kesadaran moral dibentuk oleh masyarakat, Suhartono (2004) mengemukakan tentang kesadaran moral. Fakta membuktikan bahwa potensi individual bersifat terbatas. Padahal eksistensi kehidupan manusia terarah pada suatu tujuan. Untuk mencapai tujuan tersebut, manusia wajib mempertahankan dan mengembangkan eksistensi kehidupannya itu. Atas keterbatasannya itu, mendorong munculnya suatu kesadaran moral setiap individu untuk membangun kehidupan bermasyarakat. Sadar akan segala keterbatasannya, mereka memadukan keberagaman potensi individual yang mereka miliki dalam bentuk sistem kerja sama, sehingga menjadi satu kekuatan  sosial untuk mencapai tujuan kesejahteraan umum. Adapun kesejahteraan umum bukan hanya berlaku secara kolektif saja, melainkan juga bagi seluruh individu anggotanya. Jadi, kesadaran moral mendorong terbentuknya suatu keterikatan sosial dalam bentuk kerja sama dalam kehidupan bermasyarakat. Atas kesadaran moral itulah kemudian berfungsi menjadi satu wawasan bagi seluruh individu dalam bermasyarakat. Kesadaran moral di dasarkan atas nilai-nilai yang benar-benar esensial, fundamental. Perilaku manusia yang berdasarkan atas kesadaran moral, perilaku akan selalu direalisasikan sebagaimana yang seharusnya, kapan saja dan di mana saja. Tindakannya berdasarkan atas kesadaran, bukan berdasarkan pada suatu kekuasaan apa pun dan juga bukan karena paksaan, tetapi berdasarkan “kekuasaan” kesadaran moral itu sendiri. Kesadaran pada hakikatnya akan selalu melibatkan akal manusia. Dengan kesadaran, manusia dapat memahami semua perilaku dan tindakannya. Hanya saja untuk selalu bertindak dan berperilaku baik, manusia harus memiliki tidak saja kesadaran semata tetapi lebih dari itu adalah kesadaran moral. Atas dasar kesadaran moral itulah manusia dapat memilih tindakan yang baik atau buruk. Dengan kesadaran moral ini manusia akan merasa wajib untuk berbuat baik tanpa paksaan dan tekanan dari pihak mana pun juga. Semua didasarkan atas keputusan hati nuraninya sendiri. Manusia berbuat baik karena memang sudah seharusnya ia berbuat baik dan apabila ia tidak berbuat baik itu merupakan suatu pelanggaran moral. Karena kurangnya pendampingan orang tua terhadap perkembangan pengetahuan moral anak, dapat mengakibatkan anak mengalami kekurangpahaman atau malah gagal dalam memahami berbagai nilai moral yang berlaku dalam masyarakat.

Aspek yang rendah berikutnya adalah pengetahuan nilai moral. Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia. Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia. Sementara itu menurut filsafat nilai di bagi menjadi tiga yaitu, nilai logika adalah nilai benarsalah, nilai estetika adalah nilai indah tidak indah, nilai etika/moral adalah nilai baik buruk. Dalam hal ini berarti nilai moral adalah kualitas sikap manusia dengan manusia. Anak buruh migran tidak mempunyai nilai yang tinggi dalam aspek pengetahuan nilai moral. Dikarenakan tidak ada dari orang tua yang mengajari nilai moral kepada anaknya. Padahal pendidikan nilai dari orang tua adalah yang pertama dan utama. Penanaman nilai-nilai moral sangat tepat dilakukan melalui keluarga, dan dimulai dari keluarga. Karena dalam keluarga tersebut, pembinaan sudah mulai terjadi sejak anak belum lahir, yaitu saat masih berbentuk janin dalam kandungan. Pengetahuan nilai moral sangat diperlukan agar orang dapat berkarakter yang baik. Untuk dapat berkarakter yang baik setiap individu perlu mengetahui nilai nilai-nilai moral yang antara lain : menghargai kehidupan, menghargai kemerdekaan, sikap hormat, tanggung jawab, jujur, adil, toleransi, peduli dan lain sebagainya. Serta mengetahui cara penerapan nilai-nilai moral dalam berbagai situasi.

Nilai-nilai moral seperti menghargai kehidupan dan kemerdekaan, tanggung jawab terhadap orang lain, kejujuran, keadilan, toleransi, penghormatan, disiplin diri, integritas, kebaikan, belas kasihan, dan dorongan atau dukungan mendefinisikan seluruh cara tentang menjadi pribadi yang baik. Ketika digabung, seluruh nilai ini menjadi warisan moral yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Literasi etika memerlukan pengetahuan akan nilai-nilai tersebut dengan menerjemahkan nilai-nilai abstrak ke dalam kehidupan (Lickona, 2012: 87-88).

Hardiman (dalam Asri Budiningsih 2004:73), mengatakan bahwa;
Masyarakat dan keluarga telah memiliki nilai-nilai yang harus diikuti oleh generasi muda. Dalam menanamkan nilai-nilai tersebut digunakan cara instruktif, ceramah, nasehat, hukum edukatif dan kadang-kadang diskusi. Cara transmisi kultural ini hanya memberikan ”paket nilai-nilai” seperti jadilah warga masyarakat yang baik, belajar dengan rajin, bersikaplah tenggang rasa, berbuatlah sopan dan lain-lain. Cara demikian bukan hanya dapat dipertanyakan ”isi” kebenarannya, tetapi juga sangat jarang ada guru atau orang dewasa yang dapat mengajarkannya secara tepat dengan menghadapi anak atau remaja sebagai subyek moral yang rasional.
Pendidikan moral yang selama ini dilakukan menganggap bahwa setiap orang dewasa dapat menjadi pendidik moral. Anak/ remaja dengan cara indoktrinasi dibawa menuju kepada kedewasaan seperti yang dikehendaki orang-orang dewasa.

Sementara itu kualitas nilai moral juga terpengaruh dari lingkungan dimana keterlibatan antara manusia dengan manusia di sini terjadi. Manusia yang lingkungannya mendukung untuk lebih dekat kepada Tuhan maka mereka akan lebih mudah untuk melawan hawa nafsu mereka sehingga jalan menuju lebih dekat dengan Tuhan semakin mudah. Dengan begitu pula maka nilai moral mereka akan menjadi lebih baik.Tetapi bila dari segi lingkungan tidak mendukung. Besar kemungkinan seseorang tersebut akan menjadi ikut terjurumus ke dalam nilai moral yang tidak baik. Dalam hal ini, anak BMI yang kurang perndampingan orang tuanya di rumah dalam usia remaja mereka cenderung memperluas pergaulan, namun menjadi suatu sebab yang fatal bila mereka memilih pergaulan yang salah yang justru merusak dan menjerumuskan diri sendiri.

Salah satu karaktersitik remaja yang sangat menonjol adalah sudah merasakan pentingnya tata nilai dan  mulai mengembangkan nilai baru sebagai pedoman dan petunjuk untuk menumbuhkan jati diri menuju kepribadian yang matang (Sarwono, 1989).  Pembentukan nilai baru dilakukan dengan cara identifikasi atau imitasi tokoh atau model tertentu atau bias saja mengembangkannya sendiri. Pada anak BMI yang mana kecenderungannya tanpa pendampingan orang tua, bisa lebih bebas dalam pergaulan. Bila saja mendapatkan teman bergaul yang memiliki nilai diri yang tidak baik maka masih sangat rentan bagi anak BMI untuk terpengaruh nilai-nilai negatif yang diidentifikasi atau diimitasikan dari teman pergaulannya.

Aspek yang rendah berikutnya adalah aspek pemikiran moral. Pemikiran moral melibatkan pemahaman apa yang dimaksud dengan moral dan mengapa harus aspek moral. Seiring anak-anak mengembangkan pemikiran moral mereka – dan riset yang ada menyatakan kepada kita bahwa pertumbuhan bersifat gradual – mereka mempelajari apa yang dianggap sebagai pemikiran moral yang baik dan apa yang tidak dianggap sebagai pemikiran moral yang baik karena melakukan suatu hal (Lickona, 2012: 88). Dalam melakukan suatu tindakan kaitannya dengan pemikiran moral, suatu individu haruslah memahami prinsip-prinsip moral yang diantaranya meliputi:   Prinsip Sikap Baik yaitu harus bersikap positive thinking (berfikir positif), agar kita tidak mencurigai orang lain dengan berfikiran  negatif,  prinsip keadilan yaitu  pada hakikatnya memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya, perlakuan yang sama terhadap semua orang, prinsip hormat kepada diri sendiri yaitu wajib untuk selalu memperlakukan diri sebagai sesuatu yang bernilai pada dirinya sendiri, serta menghormati martabat diri sendiri.

Karakteristik yang menonjol dalam perkembangan moral remaja adalah bahwa sesuai dengan tingkat pada kognisi yang mulai mencapai tahapan berfikir operasional formal, yaitu mulai mampu berfikir abstrak dan mampu memecahkan masalah-masalah yang bersifat hipotesis maka pemikiran remaja terhadap suatu permasalahan tidak lagi hanya terikat pada waktu, tempat, dan situasi tetapi juga pada sumber moral yang menjadi dasar hidup mereka (Gunarsa, 2004). Perkembangan pemikiran moral remaja dicirikan dengan mulai tumbuh kesadaran akan kewajiban mempertahankan kekuasaan dan pranata yang ada karena dianggap sebagai suatu yang bernilai, walau belum mampu mempertanggungjawabkan secara pribadi (Monks, 1988). Perkembangan moral remaja yang demikian, jika meminjam teori perkembangan moral dari Kohlberg berarti sudah mencapai tahap konvensional. Pada akhir masa remaja seseorang akan memasuki tahap pemikiran moral yang disebut tahap pasca konvensional ketika orisinilitas pemikiran remaja sudah semakin jelas.

 Pada anak BMI di Kab.Tulungagung pemikiran moral juga termasuk dalam kategori yang rendah, dikarenakan tidak ada yang memberi saran, masukan, bimbingan sehari-hari di rumah. Bilapun ada orang tua pengganti misalnya paman-bibi/kakek-neneknya namun tetap saja peran orang tua asli tidak bisa begitu saja tergantikan dalam mendampingi perkembangan diri anak, dalam hal ini terutamanya masalah moral.

Deskripsi Tingkat Perasaan Moral Anak BMI DI Kabupaten Tulungagung

Berdasarkan data pada bab sebelumnya, dapat dikemukakan bahwa pada bagian perasaan moral anak BMI di Kab.Tulungagung yang rendah adalah aspek kendali diri. Dikarenakan anak yang ditinggal orang tuanya untuk bekerja di luar negeri kadang mempunyai kendali diri yang rendah. Anak tersebut tidak ada aspek nasehat dari orang tua, makanya kendali dirinya rendah.

Berbagai permasalahan yang sering muncul dalam kehidupan ini banyak diakibatkan oleh ketidakmampuan seseorang dalam mengendalikan diri. Tawuran antar pelajar, mengambil hak milik orang lain (mencuri, merampok, korupsi), vandalism,  penyalahgunaan obat terlarang dan free sex merupakan contoh perilaku yang timbul karena ketidakmampuan dalam mengendalikan diri (self control).  Travis Hirschi (1969) mengembangkan “The General Theory Of Crime” atau yang lebih dikenal dengan “Low Self Control Theory”. Teori ini menjelaskan bahwa perilaku criminal dapat dilihat melalui single dimention yakni kontrol diri (self control). Individu dengan kontrol diri yang rendah memiliki kecenderungan untuk menjadi impulsif, senang berperilaku beresiko, dan berpikiran sempit.  Remaja terkadang kehilangan kendali dalam dirinya sehingga lebih cenderung mengikuti hawa nafsu yang merusak dirinya sendiri.Hal inilah yang menjadikan urgensi variabel kendali diri atau kontrol diri terhadap pembentukan perasaan moral bagi anak buruh Migran.

Anak yang orang tuanya tidak berada di rumah cenderung mempunyai kendali diri yang rendah karena tidak ada yang mengawasi, tidak ada yang mengarahkan anak tersebut untuk lebih peka dalam arti mempunyai kendali diri yang cukup matang. Padahal remaja sangat membutuhkan perhatian dan pengertian dari lingkungannya terutama dalam keluarga untuk menghadapi berbagai dinamika dan gejolak yang dialaminya.

Deskripsi Tingkat Tindakan Moral Anak BMI DI Kabupaten Tulungagung

Deskripsi tingkat tindakan moral anak BMI di kabupaten tulungagung tergolong rendah pada indikator keinginan.  Menjadi orang baik seringkali memerlukan tindakan keinginan yang baik, suatu penggerakan energi moral untuk melakukan apa yang kita pikir kita harus lakukan. Diperlukan keinginan untuk menjaga emosi di bawah kendali pemikiran. Diperlukan keinginan untuk melihat dan berfikir melalui seluruh dimensi moral dalam suatu situasi. Diperlukan keinginan untuk melaksanakan tugas sebelum memperoleh kesenangan. Diperlukan keinginan untuk menolak godaan, untuk menentang tekanan teman sebaya, dan melawan gelombang. Keinginan berada pada inti dorongan moral (Lickona, 2012: 99). Keinginan anak tersebut rendah dikarenakan tidak ada yang mengarahkan anak untuk bertindak yang benar.

Hal ini dikemukakan juga oleh Rini (2014) keterlibatan orangtua dan anak dalam pengambilan keputusan memilih jurusan pendidikan. Hubungan yang dekat dan adanya dialog yang terbuka membantu orangtua dan anak untuk saling memahami keinginan serta harapan masing-masing pihak sehingga keputusan yang dibuat mencapai pada pemahaman bersama. Peran orangtua cenderung memberikan pertimbangan atau saran dan mengarahkan anak dalam proses pengambilan keputusan tersebut. Teman sebaya juga berperan sebagai teman sharing dan juga memberikan alternatif pilihan jurusan pendidikan. Dari penelitian Yohana tersebut dapat dikemukakan bahwa keinginan anak ternyata sangat dipengaruhi oleh hubungan dekat anak dengan orang tua. Tanpa komunikasi dan hubungan anak dengan orang tua yang baik, maka faktor keinginan anak tidak akan mampu terbentuk dengan baik.

Peranan orang tua dalam mendidik anak sangat besar artinya. Jika orang tua sebagai pendidik tidak dapat menjadi figur teladan bagi anak, maka tidak perlu diharapkan pula jika anak dapat menjadi anak yang baik. Anak lebih cepat menangkap dan meniru apa yang dilihat daripada apa yang didengar. Sehingga sering seruan nasehat orang tua kadang tidak terlalu banyak digubris anak, tapi anak akan dengan cepat meniru apa yang dilakukan orang tuanya. Disinilah pentingnya keteladanan orang tua terhadap anak pada perilaku kehidupan sehari-hari. Namun bila kondisi salah satu atau kedua orang tua tidak bisa mendampingi anak di rumah, berarti anak kehilangan salah satu atau malah kedua figur orang tuanya dalam masa perkembangan dan pertumbuhan dirinya.

Apabila anak BMI yang tidak ada pendampingan orang tuanya sehingga kurang mendapatkan figur keteladanan orang tua maka sangat besar kemungkinan anak BMI tersebut mengambil figur-figur di luar rumah yang bila figur itu memberikan contoh yang salah maka yang dilakukan anak BMI juga hal yang salah.

Profil Moralitas Anak BMI Di Kab. Tulungagung Dan Implikasi Bimbingan Dan konselingnya

Tujuan utama Bimbingan dan Konseling adalah the fully functioning (mature) person atau the self-actualizing (psychologically healthy) person (Yusuf, 2008:164). Berdasarkan tujuan utamanya itu, Bimbingan konseling memberi layanan kepada peserta didik. Secara khusus layanan tersebut dapat berfungsi sebagai pencegahan (preventif), pemeliharaan, pengembangan, serta perbaikan (kuratif). Dalam menjalankan tugas-tugasnya konselor harus memahami berbagai aspek perkembangan individu yang dilayaninya sekaligus dapat melihat arah perkembangan individu itu di masa depan, serta keterkaitannya dengan faktor pembawaan dan lingkungan.

Mengamati hasil data lapangan tentang penelitian survei terhadap anak BMI (Buruh Migran Indonesia) Di Kabupaten Tulungagung yang terdapat beberapa indikator dalam kategori rendah dari ketiga aspek yang diteliti. Yaitu pada aspek pengetahuan moral adalah indikator rendahnya kesadaran moral, rendahnya pengetahuan nilai moral, rendahnya pemikiran moral, sedangkan pada aspek perasaan moral adalah rendahnya kendali diri, kemudian pada aspek tindakan moral adalah rendahnya keinginan moral. Dari hasil tersebut bila dalam hal ini konselor sebagai pendidik sekaligus pembimbing di sekolah maka konselor perlu mengupayakan suatu layanan bimbingan yang lebih intensif guna membantu setiap anak BMI untuk meningkatkan kualitas moralnya terutama pada indikator yang tergolong kriteria rendah tersebut. Baik hal itu berupa layanan konseling kelompok/individu sebagai tindakan kuratif terhadap permasalahan yang terjadi pada anak BMI, maupun layanan informasi secara klasikal sebagai tindakan preventif terhadap penurunan kualitas moral siswa, terutamanya pada anak BMI.

Layanan bimbingan konseling pribadi sosial perlu diberikan kepada siswa yang termasuk anak BMI ini dengan materi bimbingan pribadi sosial terkait indikator aspek moral yang masih dalam kategori rendah. Misalnya pada aspek pengetahuan moral diberikan materi tentang kesadaran moral antara lain etika belajar di sekolah, etika berlalu lintas, etika pergaulan; materi tentang pengetahuan nilai moral antara lain sopan santun di lingkungan masyarakat, norma di masyarakat ; materi tentang pemikiran moral antara lain menjadi pergaulan remaja yang sehat, bahaya NAPZA. Pada aspek perasaan moral diberikan materi tentang kendali diri antara lain kecerdasan emosi, regulasi diri, manajemen diri. Pada aspek tindakan moral diberikan materi tentang keinginan antara lain perilaku hidup beragama, ketaatan pada norma sosial.

PENUTUP

Hasil penelitian mengenai profil moralitas anak BMI di Kabupaten Tulungagung didapat kesimpulan sebagai berikut: (1) pada aspek pengetahuan moral terdapat 3 indikator yang masuk dalam kategori rendah yaitu: kesadaran moral dengan frekuensi 65 dan persentase 31% , penilaian nilai moral dengan frekuensi 147 dan persentase 70%, dan pemikiran moral dengan frekuensi 69 dan persentase 32,9%, (2) pada aspek perasaan  moral terdapat satu indikator yang masuk dalam kategori rendah yaitu kendali diri dengan frekuensi 106 persentase 50,5% serta frekuensi 112 presentase 53,3%, (3) pada aspek tindakan moral terdapat satu indikator yang rendah yaitu indikator keinginan dengan frekuensi 103 dan persentase 49%. (4) implikasi bimbingan dan konselingnya adalah konselor menyediakan layanan bimbingan konseling pribadi sosial bagi anak BMI yakni diutamakan pada indikator yang tergolong kategori rendah.

Berdasarkan hasil penelitian, maka saran yang diajukan adalah (1) kepada sekolah yang dimana terdapat para siswanya anak BMI memberikan perhatian kepada para siswa yang kurang figur orang tua tersebut agar tetap mendapatkan figur pendidik dari sekolah sehingga terhindar dari kerusakan moral, (2) kepada konselor sekolah agar memperhatikan keunikan diri konseli yang berlatar belakang anak BMI sehingga dapat memberikan layanan bimbingan konseling utamanya dalam meningkatkan kualitas moral anak BMI yang masih tergolong rendah dalam aspek pengetahuan moral pada indikator kesadaran moral, penilaian nilai moral, dan pemikiran moral; dalam aspek perasaan moral pada indikator kendali diri; serta dalam aspek tindakan moral pada indikator keinginan, (3) kepada peneliti selanjutnya agar menjadikan bahan wacana untuk mengembangkan penelitian khususnya terhadap anak BMI tersebut dengan menggunakan metode penelitian kualitatif fenomenologis.

NAMA DOSEN PEMBIMBING:

  1. Triyono, M.Pd NIP. 195601281982031001
  2. M. Ramli, M.A NIP. 196203101987011001

NAMA DOSEN PENGUJI:

  1. IM. Hambali, M.Pd NIP. 195808171985031004
  2. Moh. Irtadji, M.Si NIP. 195308171981031008

RIWAYAT HIDUP

Asmaul Chusna dilahirkan di Tulungagung tanggal 27 Oktober 1988. Anak pertama dari pasangan Ibu Jamsiati, S.Pd.I dan Bapak Suratman (Alm). Pendidikan dasar hingga sekolah menengah diselesaikan di Tulungagung. Tamat SD tahun 2000, tamat SMP tahun 2003, tamat SMA tahun 2006. Kemudian melanjutkan pendidikan di Universitas Negeri Malang jurusan Bimbingan Konseling lulus pada tahun 2011. Lalu melanjutkan pendidikan strata dua di STAIN Tulungagung jurusan Manajemen Pendidikan Islam lulus pada tahun 2013. Pada tahun 2014 melanjutkan pendidikan S2 Bimbingan Konseling di Universitas Negeri Malang. Pengalaman mengajar di beberapa sekolah antara lain sebagai konselor di Madrasah Aliyah Darussalam – Tulungagung mulai tahun 2011-2013. Juga di MTs Negeri Bandung – Tulungagung sebagai konselor mulai tahun 2013-2017.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *