Efektifitas Konseling Ringkas Berfokus Solusi Untuk Meningkatkan Tanggung Jawab Belajar Siswa SMP

Latar Belakang Masalah

Pendidikan berperan penting dalam pelaksanaan pembangunan di Indonesia. Sumber daya manusia dalam jumlah dan mutu yang memadai dijadikan sebagai pendukung utama dalam pembangunan ini. Hal ini sesuai dengan Undang undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa dan bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Berdasarkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 3 yang di sebutkan di atas, menegaskan bahwa pentingnya pendidikan nasional dapat diemban oleh setiap peserta didik. Salah satu peran pendidikan bagi seseorang adalah untuk menciptakan peserta didik yang dapat bertanggung jawab terhadap dirinya dan lingkungannya.

Tanggung jawab adalah suatu sikap dimana seseorang mempunyai kesediaan menanggung segala akibat atau sanksi yang telah dituntutkan oleh masyarakat dan norma-norma agama melalui latihan kebiasaan yang bersifat rutin dan diterima dengan penuh kesadaran, kerelaan, dan komitmen. Segala sikap dan perilaku harus bisa dipertanggungjawabkan kepada diri sendiri, kehidupan bermasyarakat, lingkungan, negara, dan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Belajar dikatakan sebagai suatu proses usaha dimana seseorang berinteraksi langsung dengan menggunakan semua alat inderanya terhadap objek belajar dan lingkungan dengan membaca, mengamati, mendengarkan, dan meniru sehingga menghasilkan suatu tingkah laku yang mengalami perubahan seperti cara berpikir, kebiasaan, keterampilan, kecakapan, ataupun sikap yang bertujuan untuk penguasaan materi ilmu pengetahuan.

Waidi (2006:112) menyebutkan bahwa salah satu keberhasilan mendidik siswa adalah dengan cara memberikan tanggung jawab. Demikian juga Soemarno Soedarsono (2010:245) mengatakan bahwa karakter seseorang dapat dibentuk dengan pemberian tanggung jawab. Tanggung jawab merupakan indikator penting bahwa seseorang memiliki nilai lebih. Dalam setiap tindakan apabila tidak dilandasi tanggung jawab biasanya seseorang akan ceroboh. Lebih jauh Soemarno Soedarsono (2010:246) mengatakan bahwa tanggung jawab merupakan hal yang sangat penting dalam pembentukan watak seseorang.

Dalam hal ini pendidikan yang menjadi tonggak utama dalam menumbuhkembangkan nilai tanggung jawab khususnya tanggung jawab belajar siswa melalui pendidikan yang secara global dapat menanamkan nilai tanggung jawab belajar kepada siswa-siswa sejak usia dini, yang nantinya diharapkan dapat menjadi landasan dalam menjalankan tingkah laku yang selalu menjunjung tinggi nilai dalam bertanggung jawab di bidang belajar. Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban mutlak bagi seorang praktisi pendidikan terutama konselor sekolah untuk mencegah fenomena-fenomena yang terjadi selama ini. Terlebih bimbingan dan konseling mempunyai peranan yang tidak kalah pentingnya dalam usaha mendewasakan individu dan menjadikannya sebagai anggota masyarakat yang berguna.

Menurut perkembangannya, siswa SMP berada pada masa remaja. Masa remaja atau masa adolensi menurut Mahmud (1990:42) berlangsung antara umur 12 sampai umur 18 tahun, masa remaja merupakan masa transisi menuju masa dewasa termasuk pula transisi dalam hal biologis, psikologis, sosial maupun ekonomis. Myers (1996) dalam Desmita (2008:194) mengemukakan bahwa “ketika kemampuan kognitif mereka mencapai kematangan, kebanyakan anak remaja mulai memikirkan tentang apa yang diharapkan dan melakukan kritik terhadap masyarakat mereka, orang tua mereka, dan bahkan terhadap kekurangan diri mereka sendiri”. Berdasarkan pendapat tersebut, bahwa melakukan kritikan terhadap diri sendiri mencerminkan seorang siswa SMP seharusnya sudah bisa mengatur diri sendiri, memilih mana yang baik dan mana yang buruk untuk dirinya sendiri serta harus sudah bisa bertanggung jawab terhadap apa yang telah dilakukan. Menurut Piaget, remaja juga sudah mampu berpikir sistematik untuk memecahkan permasalahan yang dihadapinya.

Menurut Bean, Renold (2012:17) kunci keberhasilan prestasi anak berawal dari sikap tanggung jawab. Anak yang diajarkan tanggung jawab di rumah telah mempelajari cara merencanakan, mengatur, dan memperkirakan segala konsekuensi dari segala tindakannya, baik ataupun yang buruk. Sebagian besar tugas di rumah harus dikerjakan pada waktu tertentu, dan tentunya juga ada konsekuensi tertentu apabila ia tidak mengerjakan tugas tersebut. Demikian pula jika dia ada di sekolah. Pada saat ada tugas dari sekolah yang harus dikerjakan, dan akan ada konsekuensinya apabila ia tidak mengerjakannya dengan benar. Anak yang diajari tanggung jawab di rumah maka tidak akan merasa asing dengan tanggung jawabnya untuk mengerjakan tugas di sekolah karena pembiasaan yang telah ia pelajari sebelumnya.

Siswa yang dilandasi dengan rasa tanggung jawab dapat meningkatkan perkembangan potensinya melalui belajar sesuai dengan harapan dan keinginan dirinya sendiri maupun lingkungan sekitar. Sikap tanggung jawab belajar tersebut dapat dicirikan seperti: (1) melakukan tugas belajar dengan rutin tanpa harus diberi tahu, (2) dapat menjelaskan alasan atas belajar yang dilakukannya, (3) tidak menyalahkan orang lain dalam belajar, (4) mampu menentukan pilihan kegiatan belajar dari beberapa alternatif, (5) melakukan tugas sendiri dengan senang hati, (6) bisa membuat keputusan yang berbeda dari keputusan orang lain dalam kelompoknya, (7) mempunyai minat yang kuat untuk menekuni belajar, (8) menghormati dan menghargai aturan di sekolah, (9) dapat berkonsentrasi dalam belajar, dan (10) memiliki rasa tanggung jawab erat kaitannya dengan prestasi sekolah.

Sikap-sikap tersebut adalah cerminan dari gambaran orang yang mempunyai tanggung jawab dalam belajar. Berdasarkan observasi awal yang dilakukan pada tanggal tanggal 24 September 2015, peneliti menemukan fenomena yang menunjukkan beberapa siswa yang memiliki tanggung jawab belajar rendah terjadi pada siswa kelas VII di SMP Negeri 1 Sumenep. Data ini diperoleh dari hasil wawancara awal dengan konselor di sekolah, dengan gejala yang ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut: (1) siswa mengerjakan PR di sekolah dengan cara menyontek pekerjaan temannya, (2) berbicara dengan temannya dan bermain handphone saat guru menjelaskan, (3) tidak ada keberanian untuk bertanya tentang materi pelajaran, (4) lebih memilih bermain game daripada belajar, (5) kurang dapat berkonsetrasi dalam belajar, dan (6) kurang mempunyai minat dan komitmen dalam belajar.

Menyoroti fenomena yang terjadi di kehidupan pendidikan di Indonesia yang sedang marak ini, mengenai sikap mental pribadi siswa yang menunjukkan sikap tidak bertanggung jawab sebagai seorang siswa terutama dalam bidang akademik. Misalnya saja sering dijumpai banyak siswa yang mencontek saat ujian. Hal tersebut merupakan contoh kecil dari bentuk sikap mental tidak tanggung jawab seorang siswa dalam menjalankan pendidikan. Berdasarkan penelitian Arfianty mengenai penalaran moral kepada siswa SMA di Jakarta dalam hal perilaku menyontek. Hasilnya, sebanyak 62,5% siswa memiliki kebiasaan mencontek. Menelaah lebih jauh praktik mencontek ini telah berkembang menjadi kebiasaan. Hal ini terbukti dengan data hasil survey mahasiswa UPI terhadap siswa kelas IX SMPN 10 Bandung Tahun Ajaran 2010/2011 berada dalam kategori tinggi 17,07%, sedang 65,04%, dan rendah 17,89%. Artinya praktik mencontek ini tak hanya dilakukan pada Ujian Nasional saja yang hanya bersifat insidental, namun juga dalam keseharian.

Berdasarkan hasil studi tersebut merupakan salah satu dampak dari kurang diperhatikannya salah satu nilai tanggung jawab akademik dalam menumbuhkembangkan sikap mental seseorang, terutama bagi para siswa yang merupakan generasi penerus bangsa yang dituntut untuk mempunyai sikap dan mental yang berlandaskan pada nilai-nilai luhur Pancasila. Kalau kebiasaan ini tidak menemukan pemecahan masalahnya maka tujuan pendidikan nasional akan sulit terwujud. Berbagai faktor yang mempengaruhi anak kurang menunjukkkan sikap tersebut, diantaranya lemahnya perhatian orang tua kepada anaknya dikarenakan orang tua selalu sibuk dengan urusan ekonomi, orang tua yang otoriter, keluarga yang broken home, pengaruh pergaulan di lingkungan sekitar anak, adanya perkembangan media elektronik, kurang demokrasinya pendekatan dari orang tua maupun guru yang ada di sekolah. Kurangnya minat baca bagi siswa juga menjadi salah satu indikator dari rendahnya tanggung jawab belajar siswa. Mereka juga masih enggan untuk pergi ke perpustakaan sekolah ataupun perpustakaan umum. Budaya baca mereka tergerus oleh budaya nongkrong dengan teman sebaya dan menonton TV di rumah.

Tanggung jawab belajar yang rendah pada siswa di sekolah perlu ditingkatkan supaya tidak berakibat pada menurunnya hasil belajar siswa, tercapainya perkembangan potensi dengan baik, bahkan kebiasaan dalam disiplin diri. Dalam meningkatkan tanggung jawab belajar siswa, upaya konselor adalah dengan memberikan layanan informasi, layanan orientasi, bimbingan kelompok serta ekspositori (ceramah). Upaya yang dilakukan oleh konselor tersebut masih terkesan perventif sedangkan masalah tanggung jawab belajar membutuhkan layanan yang bersifat kuratif.

Berdasarkan hasil wawancara dengan konselor di SMP Negeri 1 Sumenep pada tanggal 14 Oktober 2015, didapatkan informasi bahwa selama ini konselor hanya memberikan nasihat (advice) dalam menangani tanggung jawab belajar siswa yang rendah. Teknik konseling yang digunakan konselor tersebut kurang tepat, sehingga belum sepenuhnya berfungsi untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi konseli. Terbukti masih adanya konseli atau siswa yang memiliki tanggung jawab belajar rendah.

Salah satu pendekatan konseling yang digunakan dalam hal meningkatkan tanggung jawab belajar siswa adalah dengan pendekatan konseling ringkas berfokus solusi, karena tidak menghabiskan waktu lama dalam penanganan permasalahannya. Secara teori, konselor sekolah tingkat SMP memiliki waktu pemberian layanan paling banyak pada layanan responsif, yaitu 30-40%. Dengan rasio konselor dibanding konseli yaitu 1:150 serta dengan beban tugas 24-40 jam/ minggu (PP No. 74/2008 tentang guru), maka konselor harus terampil dalam melaksanakan kompetensi kerjanya. Oleh sebab itu, penggunaan teknik konseling ringkas berfokus solusi dalam meningkatkan tanggung jawab belajar siswa SMP sangat cocok karena keefektifan waktu yang diperlukan.

Penelitian mengenai konseling ringkas berfokus solusi pernah dilakukan oleh Mulawarman dengan judul Penerapan SFBT untuk meningkatkan harga diri siswa (self esteem) suatu embedded experimental design. Hasil penelitian dilihat dari hasil secara kuantitatif ditemukan perbedaan tingkat self esteem siswa sebelum mendapatkan intervensi SFBT dengan menggunakan Wilcoxon signed rank test, dimana nilai tersebut adalah 2, 207. Pada sisi kualitatif dengan berdasarkan pada hasil analisis percakapan ditemukan bahwa harga diri rendah berubah menjadi harga diri tinggi.

Pada pelaksanaan konseling ringkas berfokus solusi ini, konseli diajarkan supaya tidak perlu terpaku pada masalah. Oleh karena itu, supaya masalah yang dihadapi cepat teratasi maka konselor Indonesia dalam pendekatan konseling ringkas berfokus solusi  tidak perlu menggunakan kebiasaan lamanya yaitu dengan pertanyaan “ mengapa ” tetapi langsung pada solusinya dengan menggunakan pertanyaan “ bagaimana tujuan/harapan yang Anda inginkan ?”. Misalnya pengetahuan tentang mengapa seseorang menjadi peminum minuman keras 25 tahun yang lampau (semisal, karena tekanan kelompok teman sebaya) ternyata tidak bermanfaat banyak, yang lebih bermanfaat adalah bagaimana individu itu kini berubah.

Dampak dari perilaku konseling ringkas berfokus solusi adalah siswa memiliki tanggung jawab belajar di sekolah. Kurikulum yang diterapkan di sekolah yang menuntut sebagian besar siswa aktif dalam pembelajaran, sedangkan guru hanya sebagai fasilitator saja. Hal demikian akan membutuhkan sikap tanggung jawab belajar yang besar, jika anak ingin sukses di sekolah. Anak yang terbiasa bertindak sendiri tanpa arahan orang dewasa akan mengambil inisiatif sendiri untuk mengatasi masalahnya sendiri. Mereka dapat beralih ke tugas berikutnya dengan cepat apabila ia telah selesai terlebih dahulu, daripada menunggu bimbingan guru dalam mengerjakan setiap kegiatan di sekolah. Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti bertujuan melakukan penelitian tentang “Efektifitas Konseling Ringkas Berfokus Solusi Untuk Meningkatkan Tanggung Jawab Belajar Siswa SMP”.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah mengetahui efiktifitas konseling ringkas berfokus solusi untuk meningkatkan tanggung jawab belajar siswa SMP.

Manfaat Penelitian

Manfaat Praktis

Konseling ringkas berfokus solusidapat dijadikan sebagai salah satu alternatif pemberian layanan untuk meningkatkan tanggung jawab belajar siswa SMP karena dari segi waktu sangatlah efektif dan tidak membutuhkan waktu lama.

Konseling ringkas berfokus solusi diharapkan dapat dipelajari dan diterapkan oleh konselor dalam meningkatkan kemampuan profesionalnya.

Konseling ringkas berfokus solusidiharapkan juga dapat membantu meningkatkan tanggung jawab siswa SMP yang hanya berfokus pada solusi dan bukan pada masalah.

Manfaat Teoritis

Konseling ringkas berfokus solusi dapat menjadi wacana baru kajian konseling dalam seting pendidikan di Indonesia secara konsep dan praktis.

Penguji:

Dr. H. Triyono, M.Pd., Ketua

Dr. Hj. Muslihati, M.Ag. M.Pd., Anggota

Pembimbing:

Prof. Dr. Hj. Nur Hidayah, M.Pd., Anggota

Dr. M. Ramli, M.A., Anggota

Biodata Diri

Nama               : Fakhrudin Mutakin

NIM                : 110111539360

Prodi               : S2 Bimbingan dan Konseling

Alamat            : Jl Yos Sudarso No 54 Marengan Daya – Sumenep

Fakhrudin Mutakin lahir di Sumenep pada tanggal 30 Agustus 1987 dan merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Drs. Fakeh Udin M.Si dan Ibu Hozaimah. Riwayat pendidikan penulis diawali dengan menempuh pendidikan di TK ABA Rambipuji Jember (1991-1994). Kemudian penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Marengan daya 1 Sumenep pada tahun 2000. Penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Sumenep dan lulus pada tahun 2003. Selanjutnya, penulis menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 1 Kalianget pada tahun 2006. Penulis melanjutkan pendidikan tinggi di Universitas Negeri Malang dengan konsentrasi program studi Bimbingan dan Konseling melalui jalur PMDK reguler dan mendapat gelar S1 pada tahun 2011. Selanjutnya, penulis melanjutkan pendidikan tinggi tingkat magister program studi Bimbingan dan Konseling angkatan 2011 Pascasarjana Universitas Negeri Malang.

Pengalaman organisasi yang pernah diikuti penulis adalah menjadi OSIS di SMA Negeri 1 Kalianget. Pada saat kuliah, penulis aktif mengikuti organisasi OPIUM (Organisasi Pecinta Seni FIP UM). Pada tahun 2010, penulis dilantik menjadi pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Negeri Malang dan menjabat sebagai staf kepemudaan. Selanjutnya, pengalaman mengajar yang telah dilakukan oleh penulis yaitu saat melaksanakan PPL (Praktik Pengalaman Lapangan) di SMA Negeri 2 Malang dan mengajar mahasiswa S1 Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Malang. Pada tahun 2012, penulis mengajar di STKIP Sumenep program studi Bimbingan dan Konseling.

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *